watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita masa kecil

“Eh kamu Ndre.. Ayo masuk. Tapi Anto ga ada.
Barusan aja berangkat ke Surabaya ama
Bapaknya” Sambut seorang wanita ketika
membuka pintu rumahnya. Pagi itu setelah olah
raga pagi. Iseng saja aku mampir ke rumah
Anto, salah seorang temanku yang rumahnya
juga tidak terlalu jauh dari rumahku. Hitung-
hitung cari teman karena subuh tadi kedua orang
tuaku juga ada acara ke Jakarta, seminggu
malah. Acara kantor katanya. “Oo, Anto emang
liburan di Surabaya ya tante?” tanyaku basa basi.
Padahal kemarinnya juga aku tahu kalo temanku
tu mau ke Surabaya menghabiskan liburan
semesteran di sana. “Iya. Lho Anto nggak bilang
ta?” jawab wanita itu. Aku hanya tersenyum.
“Iya tante, aku cuman mau ngopy game di
komputernya Anto, kalo boleh.” Jawabku
mencari alasan. “Ooo, gitu ta.. itu lho kamu
langsung aja ya, aku nggak tau” ujar wanita itu
yang tidak lain adalah bu Bambang, ibu salah
seorang teman sekolahku.
Aku segera masuk ke dalam rumah itu. Aku
memang sudah hafal betul dengan rumah itu.
Maklum aku sering bermain di sana. Segera aku
menghidupkan komputer yang ada di ruang
tengah. “Ta tinggal ke dapur ya” ujar bu
Bambang sambil berlalu. Kupandangi wanita itu
berjalan sampai menghilang di balik pintu. Entah
kenapa di usia yang masih sangat dini itu aku
sudah menyukai lawan jenisku. Aku juga nggak
tahu kenapa dadaku selalu berdegup kencang
dan darahku seakan mengalir lebih cepat bila
melihat wanita cantik. Dan yang lebih aneh lagi,
kemaluanku sering kali menegang. Aku lebih
suka dengan wanita yang usianya jauh di atasku
bahkan tidak jarang ibu-ibu, mungkin karena
tubuhnya sudah terbentuk lain dengan teman
sebayaku. Nah, bu Bambang ini termasuk salah
satu favoritku. Wajahnya lumayan cantik.
Kulitnya tidak putih tapi body nya amohay. Tidak
langsing sih tapi juga tidak gemuk. Tapi yang
menjadi perhatian adalah buah dada nya yang
montok alias besar.
“Permisi” terdengar suara wanita dari pintu
depan yang membangunkanku dari lamunan.
Tak lama kemudian bu Bambang keluar dan
menemui temannya di ruang tamu. Tampaknya
mereka bertengkar. Tamu yang ku ketahui
namanya bu Sri terlihat marah-marah ke bu
Bambang. Aku sendiri berusaha tidak
mendengarkan sambil sibuk mengutak-atik
komputer. Tak lama kemudian bu Sri terlihat
pulang tetapi masih dengan marah-marah. Bu
Bambang hanya terus meminta maaf
kepadanya.
Merasa nggak enak aku ingin segera pamit.
Setelah mengantar bi Sri keluar, bu Bambang
duduk di sofa tengah sambil menghela nafas
panjang. Tanpa kuminta, wanita itu
menceritakan kalau ia terbelit hutang pada bu Sri
untuk membeli perhiasan. Awalnya sih cuman
400ribu, tapi sekarang malah jadi sejuta lebih,
gerutunya. “Mungkin, pak bambang harus tau.
Tapi dia pasti marah besar” gumam bu
Bambang. “Eh, maaf ya, malah cerita ke kamu
Ndre.. sudah game nya?” sik ya ta buatin
minum. Aku hanya diam melihatnya berlalu.
Kasihan juga wanita ini. Salahnya juga membeli
barang ke rentenir. Tapi aku meraa sangat iba
kepadanya, aku ingin sekali membantunya.tapi
gimana caranya? Kulihat secarik kartu nama di
atas sofa. Di sana tertera nama Bu Sriyatun,
yang pasti wanita itu tadi. Lengkap dengan
alamat dan nomor teleponya. Tak lama
kemudian wanita itu muncul membawa segelas
the hangat.
Setelah minum teh, aku segera pamit. Entah
kesambet darimana, aku akhirnya menuju
alamat bu Sri yang sebelumnya mampir ke ATM
untuk mengambil uang. Aku mengaku
keponakan bu Bambang dan segera membayar
semua hutangnya pada bu Sri itu. Jumlahnya
lumayan, total Rp. 1.400.000,-. Untung aja
uangku cukup. Setelah itu aku langsung pulang,
kuitansi pembayaran kata bu Sri akan dikirim ke
rumah bu Bambang.
Sore sekitar pukul setengah empat, aku
terbangun oleh suara telepon rumah yang
berdering. “Halo, bu Edy ada?” tanya suara itu.
Aku menjelaskan kalau orang tua ku sedang ke
Jakarta. “Dari siapa? Tanyaku balik. “Ini Andre ya?
Ini bu Bambang, mama mu nggak ada ya?”
tanya lagi. Aku juga heran kenapa wanita itu
yang notabene juga terhitung tetangga langsung
menutup teleponnya.
Beberapa saat kemudian bel rumah yang
berbunyi. Ternyata bu Bambang yang datang.
“Kamu sendirian di rumah? Tanya wanita itu
langsung masuk tanpa kusuruh. “Iya, papa
mama ke jakarta, kebetulan bi Inah juga mudik”
jawabku sambil duduk. “Eh, kamu ta tadi yang
ke bu Sri? Tanya wanita itu sembari duduk di
sebelahku. Aku mengangguk menahan kaget
karena dia langsung duduk di sampingku. “Trus
kalo mamamu tau” tanyanya. Aku menjelaskan
padanya kalo mamaku juga nggak tau kalo aku
punya tabungan itu, jadi aman. Wanita itu
sangat berterima kasih padaku dan berjanji kalo
punya uang, ia akan membayarnya. Kemudian
ia pamit pulang. “Eh, ntar malem kamu nginep di
rumah aja ndre” ujar bu Bambang sebelum
keluar dari pintu. “Di rumah juga sepi, pak
Bambang baru pulang dua hari lagi. Gimana?”
tanyanya. Aku bingung mau menjawab. “Gini
wis, nek iya nanti kamu telp aku dulu ya!”
ujarnya. “Enak-enak, kalo nginep dirumah”
ujarnya kemudian pulang.
Waktu baru menunjukkan jam 7 malam, aku
cukup merinding di rumah sendirian. Akhirnya
ku pertimbangkan ide untuk tidur di rumah bu
Bambang walaupun sebenarnya aku malu.
“Halo” Eh, maaf bu, ini andre, eee… anu bu..
saya” ujarku terputus-putus. Wanita itu
menyambut baik. Malahan ia menyuruhku untuk
lewat pintu samping belakang soalnya pintu ama
pagar depan rumahnya sudah terlanjur dia
kunci. Setelah kukunci semua pintu, aku
melangkah menuju rumah wanita itu. Dengan
ragu kuketuk pintu yang ada di samping
belakang rumah itu. “Kamu Ndre??” terdengar
suara dari balik pintu sebelum pintu itu terbuka.
Aku segera masuk ke rumah tersebut. Ternyata
ia sudah menyiapkan makan malam untukku.
“Maem yang banyak ya, aku mau melanjutkan
nata lemari” ujarnya sembari menuju masuk
kamarnya. Setelah menghabiskan makanku aku
segera menuju ruang tengah dan menyalakan
TV. Tak lama kemudian bu Bambang muncul
dan duduk di sebelahku. “Akhirnya selesai juga”
gumamnya seraya mengusap keringat di
kepalanya. “Wuh, sumuk pol! Ganti baju dulu ae”
ujarnya sendiri lalu melangkah masuk ke
kamarnya.
Beberapa saat kemudian ia muncul dengan
mengenakan daster tanpa lengan berwarna
merah marun dan kembali duduk di sofa
panjang tempat aku duduk. Ia lalu mengikat
rambutnya yang sebahu dengan karet. Tanpa
sengaja aku melihat gerak gerik wanita itu. “Heh,
liatin apa!” hardik bu Bambang yang
mengagetkanku. “Eh, anu.. eh.. ketiaknya bu
Bambang kok banyak bulunya” jawabku
seadanya. “He, iya. Belum dicukur he.. ya iya
lah.. nanti kamu juga gitu, kalo udah dewasa”
jelasnya. Aku hanya mengangguk. “Eh kamu
udah sunat ndre?” tanyanya. Aku menggeleng.
“Iya nanti, kalo kamu udah sunat, trus kamu
mimpi basah, itu berarti kamu dah gede”
ujarnya. “Mimpi basah??” gumamku. Beberapa
bulan terakhir ini sebenarnya ada kejadian aneh
pada diriku. Aku sepertinya mengompol tapi
yang kukeluarkan bukanlah air kencing seperti
biasanya, tapi sesuatu yang lengket dan berbau
aneh. Warnanya putih seperti bubur kanji.
Karena takut, aku tidak menceritakannya pada
orang lain.
“Iya mimpi basah ndre, kayak ngompol tapi
bukan ngompol, emang kamu pernah ta?
Tanyanya sembari menoleh kepadaku. Aku
menggeleng. “Nggak pernah bu” jawabku
berbohong. “Iya pun ga papa ndre, itu normal
kok. Semua laki-laki akan gitu, tapi iya sih kamu
kan belum sunat” ujarnya.”kalo bukan pipis, apa
yang keluar? Tanyaku pelan memberanikan diri
karena aku juga penasaran. Wanita itu
tersenyum. “Yang keluar air mani Ndre. Nah, air
mani itu mengandung sperma” jelasnya. “Air
mani??” gumamku. “Iya air mani, eh kamu dah
pernah paling..kok nanya-nanya” tanyanya balik.
“Enggak kok bu, nggak” jawabku cepat. “G usah
bohong..” ga papa kok, ga usah malu”
timpalnya. “Sebenarnya iya sih, tapi saya takut”
jawabku pelan dengan kepala tertunduk. “Nggak
perlu takut ndre, iu wajar kok. Tu berarti kamu
dah dewasa ndre” katanya sambil tangannya
mencubit hidungku ringan. “Dewasa??”
gumamku pelan. “Iya dewasa ndre” timpal bu
Bambang. Kemudian wanita itu memandangiku
dan sesaat kemudian terlihat senyuman
tersungging di bibirnya. Aku tidak mengerti apa
maksudnya. Kemudian ia duduk tepat di
sebelahku bahkan berdempetan denganku.
Bu Bambang lalu memegang tanganku dan
dibelainya. “Makasih ya ndre, kamu baik sekali
ama aku” gumamnya. Wanita itu
mengingatkanku tentang pembayaran
hutangnya tadi siang. Entah apa yang kurasakan
saat itu. Yang jelas sentuhan tangannya
membuat darah di tubuhku mengalir lebih cepat
dan seakan-akan mengumpul di kemaluanku
yang langsung menegang. Nafsuku semakin
menggelora apalagi ketika wanita itu mencium
tanganku dan mengelus-eluskannya ke pipinya
yang terasa lembut. Hasratku semakin menjadi-
jadi seakan tak peduli kalau wanita itu adalah ibu
dari temanku. Entah setan mana yang
merasukiku, spontan saja aku mencium pipi kiri
wanita itu. Wanita itu terhenyak dan langsung
menoleh ke arahku dengan pandangan yang
tajam. Melihat reaksinya aku langsung takut dan
merasa sangat bersalah. “Ma.. ma..af bu”
gumamku pelan sambil menundukkan wajahku.
Kemudian bu Bambang menyentuh daguku dan
mengangkatnya seakan ia ingin aku melihatnya.
Kulihat wajah wanita itu tersenyum yang sangat
melegakan hatiku sebagai tanda kalau ia tidak
marah dengan perbuatan nekadku tadi. “Eh yang
kanan belum ndre” ujarnya sambil seperti
menyodorkan pipi kanannya. Aku hanya diam
karena takut. “Lho kok malah takut?? Tadi kamu
malah curi-curi ngesun, sekarang dikasih malah
ga mau?!” ujarnya lagi. “Hayo mau apa nggak,
ntar malah aku nggak mau lho??” tanyanya
setengah menggoda. “Mau, aku spontan
menjawab dan langsung mencium pipi kanan
wanita itu. “Nah gitu dong..itu namanya dah
gede! kamu suka ndre??” Tanya bu Bambang.
Aku mengangguk pasti. Tanganku segera
membetulkan posisi burungku yang langsung
berdiri mengeras setelah tadi mengecil ketika
takut kalau-kalau wanita itu marah padaku.
Kedua mata bu Bambang menangkap basah
gerakan tanganku. “eeee… burungmu berdiri
ya???” Tanya wanita itu sambil mencubit
hidungku. Aku menggeleng berbohong tapi
wanita itu sepertinya tidak percaya, terlihat dari
senyumannya. “Kamu dah sering onani ya?”
tanya bu Bambang kemudian. “onani???” apaan
tuh?? Pikirku. Aku hanya menggeleng. “Ah
masak… nggak usah bohong deh…” kejar wanita
itu sambil mencubitku. Kini perutku yang jadi
sasaran. “Onani itu apa bu? Tanyaku balik. “Trus
kalo burungmu berdiri kayak gitu kamu
ngapain?” lanjutnya. Aku hanya menggelengkan
kepalaku menjawab pertanyaan wanita itu.
Sejenak ia terdiam.
“Ndre, aku punya sesuatu buat kamu tapi kamu
harus janji tidak menceritakannya pada siapapun
juga. Bisa ndre??” tanya bu Bambang sambil
menatapku yang tidak mengerti apa maksud
perkataannya. “Janji ya ndre???!” ujarnya lagi.
Aku hanya mengangguk tanpa mengerti
maksudnya. Lalu wanita itu berdiri tepat di
depanku. Dengan sigap ia melepas daster yang
dikenakannya. Aku terkejut sekali melihat
pemandangan yang baru pertama kali itu kulihat
dalam hidupku. Wanita itu berdiri di depanku
dengan hanya mengenakan BH dan CD saja.
Belum aku menenangkan diri, wanita itu
kemudian melepas BH yang dipakainya dan
tersembulah buah dada wanita itu yang lumayan
besar meski sudah agak turun. Tidak hanya itu,
wanita itu lalu melorotkan celana dalam yang
dipakainya sehingga ia benar-benar telanjang
bulat di hadapanku. Pandanganku tertuju pada
bagian bawah perutnya yang ditumbuhi bulu
yang lumayan banyak. Sesaat wanita itu sibuk
merapikan rmbutnya dan mengikatnya dengan
karet.
Lalu bu Bambang menghampiriku dan
mengulurkan tangannya seakan menyuruhku
untuk berdiri. Ia langsung berusaha melepas
celana pendek yang aku pakai. Anehnya aku
hanya diam saja waktu ia melorotkan celanaku
sehingga kemaluanku yang waktu itu tidak
begitu besar langsung tersembul keluar, berdiri
tegak lengkap dengan kulupnya. Maklum kala itu
aku masih belum sunat. Tanpa banyak bicara
wanita itu lalu menarik kulup t*t*tku sehingga
bagian dalam kepalanya yang berwarna
kemerahan tersembul keluar. Aku seperti
terhipnotis ketika bu Bambang langsung menjilati
lat pipisku yang sangat keras itu. Terasa sangat
geli dan enak. Nafasku mulai memburu. Apalagi
ketika ketika mulut wanita itu mengulum kepala
burungku dan memainkannya dengan lidahnya.
Aku sangat menikmati permainannya. Beberapa
saat kemudian wanita itu bangkit. “ayo gentian”
gumamnya kemudian duduk di sofa. Kedua
kakinya dibuka sehingga pangkal pahanya terlihat
jelas. Itu pertama kalinya aku melihat bagian
paling sensitive dari seorang wanita yang
usianya jauh di atasku. “Ayo dong ndre, jangan
diliatin aja” perintah wanita itu. Aku langsung
mendekatkan wajahku kea rah nagian
kewanitaannya dan menciumnya. Baunya khas
sekali dan sangat merangsang. Bentiknya juga
indah sekali seperti lipatan-lipatan daging. Aku
semakin bernafsu menjilatinya. Kurasakan
semakin lama vagina wanita itu semakin basah
oleh lender. Nafas wanita itu mulai ngos-ngosan.
Mulutnya mendasis dan meracau seperti orang
kepedesan. Sesekali tangannya mengusap-usap
kepalaku. Entah insting dari mana, aku ingin
sekali memasukkan burungku ke dalam lubang
itu. Aku lalu berdiri dan mengarahkan burungku
ke vaginanya. “Iya ndre, ayo masukin” gumam
wanita itu sambil meraih batang kemaluanku dan
dirahkannya dengan tepat. “dorong ndre”
gumamnya. Dan dengan sekali dorong ,
“bleshh” batang kemaluanku terbenam dalam
liang vagina bu Bambang. Aku rasakan
kemaluanku bagai dihimpit sesuatu yang hangat,
basah dan berdenyut. Sensasi yang luar biasa.
Sadar dengan aku yang masih belum tau apa-
apa. Wanita itu mulai menggoyangkan
pinggulnya yang terasa semakin nikmat. Aku
makin mengerti. Pelan aku mengimbangi
gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku
maju mundur yang makin lama semakin cepat.
“Iya ndre gitu… sssttsss… ayo dre… ohhh” mulut
bu Bambang semakin meracau. Ia kemudian
hanya diam seperti menikmati burungku yang
mengocok-ngocok kemaluannya.
Gerakanku makin cepat. Tapi belum 1 menit aku
merasa ingin pipis. Kucoba kutahan tetapi aku tak
kuasa. Takut akan kenapa-kenapa segera kutarik
keluar t*t*tku ketika semuanya seperti
mengumpul di kepala burungku. Secara reflek ku
pegang kemaluanku sendiri dan tidak
mengarahkannya ke wanita itu. akhirnya…
ooooohhhhh “cret… cret… crettt… crettt…”
burungku menyemburkan cairan banyak sekali
diiringi dengan kenikmatan tiada tara. Aku
sampai merem melek karenanya. Wanita itu
bangkit dan meraih burungku dan
mengocoknya. “enak ndre??” Tanya wanita itu
dengan suara parau. Aku mengangguk sambil
menikmati sisa-sisa kenikmatanku. Tubuhku
terasa lemas sekali. Seluruh tenagaku seperti
habis terkuras. “Kok dikeluarkan di luar sih? Di
dalem kan enak” gumam bu Bambang lagi. Ia
lalu menjelaskan bahwa yang kualami tadi adalah
klimaks, dan yang ku keluarkan adalah air mani
yang di dalamnya terkandung spermaku. Kulihat
air maniku berceceran banyak sekali di lantai dan
sofa rumah itu. Putih kental seperti yang
kukeluarkan pada waktu mimpi basah.
“Tante juga enak??” tanyaku akhirnya bersuara.
“iya enak tapi aku belum keluar kamu dah keluar
dulu, ga jadi deh” jawab wanita itu. “eh habis ini
lagi ya?! Aku juga pengen kluar” ajaknya sambil
membersihkan cairan spermaku dengan
dasternya. Kemudian ia mengajakku ke dalam
kamar. Kami melakukannya lagi. Ia juga
mengajariku berbagai macam gaya bercinta dan
cara menahan klimaksku. Hamper 1 jam aku dan
wanita itu saling memacu birahi dalam
permainan yang penuh kenikmatan. Tak peduli
keringat dan tenaga yang keluar, yang penting
nikmat. Di permainan yang kedua aku juga
beberapa kali berhasil membuat wanita itu
mencapai puncak kenikmatannya. Sampai
akhirnya kemaluanku memuntahkan air maniku
untuk kedua kalinya. Tapi kali ini di dalam lubang
vagina wanita itu yang rasanya jauh lebih enak
daripada yang pertama tadi. Lalu kami berdua
tidur kelelahan.


Adult | GO HOME | Exit
1/1239
U-ON

inc Powered by Xtgem.com